Ancaman nyata dari luar angkasa adalah serbuan bakteri yang telah mengalami mutasi sehingga menjadi pembunuh ganas.
Tahun ini, penelitian ruang angkasa memasuki usianya yang ke 50. Banyak temuan baru dan bidang keilmuan angkasa luar maju pesat. Bahkan dapat disebutkan jauh lebih pesat ketimbang penelitian kebumian. Berbagai ancaman dari luar angkasa juga dapat diperhitungkan, dianalisa dan dicari penangkalnya. Baik itu ancaman tumbukan dengan meteorit besar atau berbagai ancaman lainnya. Sejauh ini dalam benak orang awam, yang terbayangkan sebagai ancaman dari angkasa luar adalah monster-monster mengerikan, baik berupa sosok raksasa atau makhluk luar angkasa berkulit hijau berukuran manusia kerdil yang ganas dan haus darah. Akan tetapi,
ancaman nyata yang sebenarnya adalah serbuan bakteri pembunuh. Penelitian yang dilakukan badan antariksa AS-NASA di luar angkasa menunjukkan, bakteri yang berasal dari Bumi di ruang tanpa bobot mengalami mutasi menjadi bakteri amat mematikan.
Sejumlah film fiksi ilmiah sudah menggambarkan bagaimana dahsyat dan mengerikannya serbuan makhluk luar angkasa berukuran kecil, yang memusnahkan kehidupan umat manusia di Bumi. Sekarang fiksi ilmiah semacam itu sudah menjadi kenyataan. Bakteri Salmonella yang dibawa dari Bumi dalam misi wahana penerbangan ulang-alik ke luar angkasa pada tahun lalu, terbukti mengalami mutasi menjadi bakteri amat mematikan. Untuk ujicoba, bakteri salmonella itu dibungkus dalam kemasan tiga lapis tahan pecah, untuk mencegah bakteri amat mematikan itu lolos ke udara. Salmonella adalah bakteri berbentuk batang, yang memicu gejala keracunan makanan ditandai dengan buang air terus menerus pada manusia. Dalam kondisi normal, keracunan salmonella dapat diobati menggunakan antibiotika dan pemberian tambahan cairan elektrolyt. Tapi pada anak-anak atau kelompok risiko, bakteri salmonella dapat memicu penyakit berat hingga kematian. Penyakit berat yang ditimbulkan bakteri salmonella antara lain infeksi saluran pencernaan, typhus dan paratyphus.
Dalam penelitian di luar angkasa, bakteri salmonella yang dibawa dikembangbiakan dalam kultur makanan. Setibanya kembali ke Bumi, bakteri salmonella yang dikembangbiakan di lingkungan tanpa bobot itu diujicoba pada tikus di laboratorium. Hasilnya, bakteri yang dibawa ke luar angkasa membunuh tikus percobaan jauh lebih cepat, dibanding tikus ujicoba yang mendapat infeksi salmonella yang berkembang biak di Bumi. Inilah skenario horror dari bakteri pembunuh dari luar angkasa. Sekitar 150 sekuens gen dari salmonella yang dibawa ke ruang angkasa, terbukti jauh lebih aktiv dibanding gen salmonelle normal. Demikian diungkapkan pimpinan penelitian, Dr. Cheryl Nickerson dari Universitas Arizona; “Kita mengirim astronot lebih lama lagi ke luar angkasa dan semakin jauh dari Bumi. Dengan itu risiko penyakit infeksi lebih besar lagi.“
Kekebalan Tubuh Melemah
Seperti diketahui, dalam kondisi tanpa bobot sistem kekebalan tubuh manusia berfungsi lebih lemah ketimbang jika berada di Bumi. Artinya risiko untuk terinfeksi bibit penyakit juga menjadi lebih besar lagi. Bayangkan jika bakteri yang menyerang adalah dari jenis yang sudah mengalami mutasi, dengan tingkat fatalitas yang juga jauh lebih tinggi dari bakteri sejenis di Bumi. Di masa depan, ancaman kesehatan gawat semacam itu, akan semakin sering dihadapi para astronot dalam misi cukup lama di luar angkasa.
Sejauh ini penelitian baru mencakup serangan bakteri, yang memang berasal dari Bumi dan terbawa ke luar angkasa. Belum diketahui, apakah di luar angkasa yang sulit diketahui batasnya itu, juga terdapat bakteri lainnya yang masih menunggu inang baru dari Bumi. Ancaman sejauh itu belum dibayangkan oleh Dr.Cheryl Nickerson. Akan tetapi, peneliti dari Universitas Arizona itu juga menarik sisi positiv dari temuan bakteri salmonella yang mengalami mutasi di luar angkasa. Nickkerson menjelaskan ; “Jika kita memanfaatkan pengetahuan dan sifat bakteri tsb, kita dapat memiliki kemungkinan pengembangan metode baru pengobatan dari penyakit yang ditimbulkannya, pembuatan obat-obatan baru atau bahkan vaksinnya.“
Penyebab mutasi bakteri itu, menurut Nickerson bukan kondisi tanpa bobot itu sendiri. Melainkan dampak kondisi tanpa bobot pada cairan di dalam sel. Akibat kondisi tanpa bobot di luar angkasa, mekanisme gesekan molekul dalam cairan sel berkurang. Kondisi seperti ini, mirip dengan ketika bakteri salmonella berada di dalam saluran pencernaan manusia. Bagi salmonella, berkurangnya medan gesekan dalam cairan sel, ditafsirkan sebagai sinyal mereka berhasil masuk ke dalam tubuh organisme yang lebih besar. Dengan itu salmonella secepat mungkin mengubah sistem metabolismenya. Terutama dengan mengurangi drastis produksi molekul tertentu yang disebut LPS pada dinding sel, yang berfungsi sebagai tanda adanya musuh bagi sel pertahanan tubuh. Semakin sedikit LPS pada dinding sel, maka semakin sulit pula sel pertahanan tubuh manusia mencari pertanda adanya penyusup yang merugikan kesehatan. Adaptasi penting lainnya agar bakteri tetap bertahan hidup, adalah meningkatkan ketahanan terhadap asam serta kelihaian untuk tetap bertahan hidup di dalam sel pemusnah bakteri atau makrophagus, dari sistem kekebalan tubuh manusia.
Biofilm Pelindung
Ujicoba di luar angkasa itu, pada intinya memperkuat hasil penelitian sebelumnya, dengan simulasi sistuasi tanpa bobot di dalam peralatan sentrifugal. Juga dalam penelitian di laboratorium di Bumi, bakteri menunjukan perubahan drastis kandungan unsur aktiv maupun keganasan serangannya. Akan tetapi bakteri yang dibawa ke luar angkasa, juga menunjukkan rincian lain. Salmonella bersangkutan mulai membentuk lapisan ekstra-seluler, yang merupakan pertanda produksi bio-film pelindung. Bio-film ini biasanya berbentuk cairan amat kental dari pollysacharida, yang berfungsi menangkis serangan dari luar. Dalam tubuh manusia, jenis salmonella yang menyebabkan typhus, juga membentuk bio-film semacam itu, untuk bersembunyi di dalam kantong empedu agar tidak terlacak sistem kekebalan tubuh. Dengan cara itu bakteri typhus bisa bersembunyi bertahun-tahun tanpa dapat dilacak, dan menyerang jika situasinya menguntungkan. Inilah mimpi buruk para ahli pengobatan.
Bagi peneliti mikrobiologi Cheryl Nickerson berbagai fakta baru itu, justru semakin menumbuhkan semangat bagi penelitian lebih lanjut. Dalam misi ulang-alik mendatang, pihaknya akan mengirim bakteri lainnya ke luar angkasa untuk penlitian dalam kondisi tanpa bobot. Semua itu bertujuan untuk mengetahui mekanisme bibit penyakit dalam kondisi ekstrim, sekaligus mencari dan mengembangkan metode baru pengobatan, obat-obatan serta vaksin pencegah penyakitnya. Hasil yang diperoleh, disebutkan bukan hanya bermanfaat bagi para astronot, yang melaksanakan misi jangka panjang di luar angkasa. Namun juga bagi para penghuni Bumi.
Tahun ini, penelitian ruang angkasa memasuki usianya yang ke 50. Banyak temuan baru dan bidang keilmuan angkasa luar maju pesat. Bahkan dapat disebutkan jauh lebih pesat ketimbang penelitian kebumian. Berbagai ancaman dari luar angkasa juga dapat diperhitungkan, dianalisa dan dicari penangkalnya. Baik itu ancaman tumbukan dengan meteorit besar atau berbagai ancaman lainnya. Sejauh ini dalam benak orang awam, yang terbayangkan sebagai ancaman dari angkasa luar adalah monster-monster mengerikan, baik berupa sosok raksasa atau makhluk luar angkasa berkulit hijau berukuran manusia kerdil yang ganas dan haus darah. Akan tetapi,
ancaman nyata yang sebenarnya adalah serbuan bakteri pembunuh. Penelitian yang dilakukan badan antariksa AS-NASA di luar angkasa menunjukkan, bakteri yang berasal dari Bumi di ruang tanpa bobot mengalami mutasi menjadi bakteri amat mematikan.
Sejumlah film fiksi ilmiah sudah menggambarkan bagaimana dahsyat dan mengerikannya serbuan makhluk luar angkasa berukuran kecil, yang memusnahkan kehidupan umat manusia di Bumi. Sekarang fiksi ilmiah semacam itu sudah menjadi kenyataan. Bakteri Salmonella yang dibawa dari Bumi dalam misi wahana penerbangan ulang-alik ke luar angkasa pada tahun lalu, terbukti mengalami mutasi menjadi bakteri amat mematikan. Untuk ujicoba, bakteri salmonella itu dibungkus dalam kemasan tiga lapis tahan pecah, untuk mencegah bakteri amat mematikan itu lolos ke udara. Salmonella adalah bakteri berbentuk batang, yang memicu gejala keracunan makanan ditandai dengan buang air terus menerus pada manusia. Dalam kondisi normal, keracunan salmonella dapat diobati menggunakan antibiotika dan pemberian tambahan cairan elektrolyt. Tapi pada anak-anak atau kelompok risiko, bakteri salmonella dapat memicu penyakit berat hingga kematian. Penyakit berat yang ditimbulkan bakteri salmonella antara lain infeksi saluran pencernaan, typhus dan paratyphus.
Dalam penelitian di luar angkasa, bakteri salmonella yang dibawa dikembangbiakan dalam kultur makanan. Setibanya kembali ke Bumi, bakteri salmonella yang dikembangbiakan di lingkungan tanpa bobot itu diujicoba pada tikus di laboratorium. Hasilnya, bakteri yang dibawa ke luar angkasa membunuh tikus percobaan jauh lebih cepat, dibanding tikus ujicoba yang mendapat infeksi salmonella yang berkembang biak di Bumi. Inilah skenario horror dari bakteri pembunuh dari luar angkasa. Sekitar 150 sekuens gen dari salmonella yang dibawa ke ruang angkasa, terbukti jauh lebih aktiv dibanding gen salmonelle normal. Demikian diungkapkan pimpinan penelitian, Dr. Cheryl Nickerson dari Universitas Arizona; “Kita mengirim astronot lebih lama lagi ke luar angkasa dan semakin jauh dari Bumi. Dengan itu risiko penyakit infeksi lebih besar lagi.“
Kekebalan Tubuh Melemah
Seperti diketahui, dalam kondisi tanpa bobot sistem kekebalan tubuh manusia berfungsi lebih lemah ketimbang jika berada di Bumi. Artinya risiko untuk terinfeksi bibit penyakit juga menjadi lebih besar lagi. Bayangkan jika bakteri yang menyerang adalah dari jenis yang sudah mengalami mutasi, dengan tingkat fatalitas yang juga jauh lebih tinggi dari bakteri sejenis di Bumi. Di masa depan, ancaman kesehatan gawat semacam itu, akan semakin sering dihadapi para astronot dalam misi cukup lama di luar angkasa.
Sejauh ini penelitian baru mencakup serangan bakteri, yang memang berasal dari Bumi dan terbawa ke luar angkasa. Belum diketahui, apakah di luar angkasa yang sulit diketahui batasnya itu, juga terdapat bakteri lainnya yang masih menunggu inang baru dari Bumi. Ancaman sejauh itu belum dibayangkan oleh Dr.Cheryl Nickerson. Akan tetapi, peneliti dari Universitas Arizona itu juga menarik sisi positiv dari temuan bakteri salmonella yang mengalami mutasi di luar angkasa. Nickkerson menjelaskan ; “Jika kita memanfaatkan pengetahuan dan sifat bakteri tsb, kita dapat memiliki kemungkinan pengembangan metode baru pengobatan dari penyakit yang ditimbulkannya, pembuatan obat-obatan baru atau bahkan vaksinnya.“
Penyebab mutasi bakteri itu, menurut Nickerson bukan kondisi tanpa bobot itu sendiri. Melainkan dampak kondisi tanpa bobot pada cairan di dalam sel. Akibat kondisi tanpa bobot di luar angkasa, mekanisme gesekan molekul dalam cairan sel berkurang. Kondisi seperti ini, mirip dengan ketika bakteri salmonella berada di dalam saluran pencernaan manusia. Bagi salmonella, berkurangnya medan gesekan dalam cairan sel, ditafsirkan sebagai sinyal mereka berhasil masuk ke dalam tubuh organisme yang lebih besar. Dengan itu salmonella secepat mungkin mengubah sistem metabolismenya. Terutama dengan mengurangi drastis produksi molekul tertentu yang disebut LPS pada dinding sel, yang berfungsi sebagai tanda adanya musuh bagi sel pertahanan tubuh. Semakin sedikit LPS pada dinding sel, maka semakin sulit pula sel pertahanan tubuh manusia mencari pertanda adanya penyusup yang merugikan kesehatan. Adaptasi penting lainnya agar bakteri tetap bertahan hidup, adalah meningkatkan ketahanan terhadap asam serta kelihaian untuk tetap bertahan hidup di dalam sel pemusnah bakteri atau makrophagus, dari sistem kekebalan tubuh manusia.
Biofilm Pelindung
Ujicoba di luar angkasa itu, pada intinya memperkuat hasil penelitian sebelumnya, dengan simulasi sistuasi tanpa bobot di dalam peralatan sentrifugal. Juga dalam penelitian di laboratorium di Bumi, bakteri menunjukan perubahan drastis kandungan unsur aktiv maupun keganasan serangannya. Akan tetapi bakteri yang dibawa ke luar angkasa, juga menunjukkan rincian lain. Salmonella bersangkutan mulai membentuk lapisan ekstra-seluler, yang merupakan pertanda produksi bio-film pelindung. Bio-film ini biasanya berbentuk cairan amat kental dari pollysacharida, yang berfungsi menangkis serangan dari luar. Dalam tubuh manusia, jenis salmonella yang menyebabkan typhus, juga membentuk bio-film semacam itu, untuk bersembunyi di dalam kantong empedu agar tidak terlacak sistem kekebalan tubuh. Dengan cara itu bakteri typhus bisa bersembunyi bertahun-tahun tanpa dapat dilacak, dan menyerang jika situasinya menguntungkan. Inilah mimpi buruk para ahli pengobatan.
Bagi peneliti mikrobiologi Cheryl Nickerson berbagai fakta baru itu, justru semakin menumbuhkan semangat bagi penelitian lebih lanjut. Dalam misi ulang-alik mendatang, pihaknya akan mengirim bakteri lainnya ke luar angkasa untuk penlitian dalam kondisi tanpa bobot. Semua itu bertujuan untuk mengetahui mekanisme bibit penyakit dalam kondisi ekstrim, sekaligus mencari dan mengembangkan metode baru pengobatan, obat-obatan serta vaksin pencegah penyakitnya. Hasil yang diperoleh, disebutkan bukan hanya bermanfaat bagi para astronot, yang melaksanakan misi jangka panjang di luar angkasa. Namun juga bagi para penghuni Bumi.
Sumber :( Radio Jerman )
Tidak ada komentar:
Posting Komentar